Sekitar tahun 1980, seorang pedagang gorengan bernama Sutikno berusia muda di Jakarta, selama tiga hari berturut-turut melihat seorah bocah laki-laki lusuh berlalu lalang dengan wajah sedih di depan gerobak dagangannya.
Ia tahu, anak itu menginginkan satu dua potong gorengannya secara gratis. Karena tidak berai meminta, ia hanya memandang gerobak gorengan itu dari kejauhan. Pada hari keempat, pedagang gorengan itumenyisakan sepotong singkong goring buntut yang biasanya tidak laku dijual. Dipanggil bocah itu sambil mengacung-acungkan singkong kecil itu. Tak menunggu lama, si bocah langsung berlari menyambar singkong itu sambil berucap, “Terima kasih, Bang.” Matanya berbinar, senyumnya terkembang.
Dua puluh empat tahun kemudian, tukang gorengan itu masih berjualan di tempat yang sama meski sudah berusia tua. Suatu hari sebuah mobil mewah berhenti di depan gerobaknya yang parker di tengah perkampungan kumuh. Penumpangnya, seorang pria muda berpenampilan mewah, menghampiri pedagang gorengan itu.
Ketika berhadapan, si pedagang gorengan tua itu seperti tidak peduli. Tapi ia bingung ketika si pemuda perlente itu mendadak berucap, “Pak, ada singkong buntut?” Kagak ada mas! Singkong buntut mah dibuang. Kenapa tidak beli yang lain saja? Nih, ada pisang sama singkong goring,” ujar si pedagang gorengan itu.
“Saya kangen singkong buntutnya Pak, Dulu bapak kan yang pernah member saya singkong goring buntut?” Dulu, ketika saya masih kecil, dan ayah saya baru saja wafat, tidak ada yang membiayai hidup saya. Teman-teman mengejek karena saya tidak bisa jajan. Selama empat hari saya berlalu-lalanh di depan gerobak bapak ini, sampai bapak memanggil saya dan memberi sepotong singkong goreng buntut yang langsung saya sambar. Saya masih ingat pak…” tuturnya.
Si pedagang gorengan tua itu itupun terperangah. Dia tidak mengira sepotong singkong buntut, yang biasanya dibuang bisa membuat pemuda itu mendatangi dengan keadaan yang benar-benar berbeda. Si pedagang akhirnya ingat wajah yang pernah dikenalnya 24 tahun silam.
“Yang saya beri dulu kan cuma singkong buntut. Kenapa kamu masih ingat sama saya?” tanya pedaganag itu penasaran.” Bapak tidak sekedar memberi saya singkong buntut, tapi juga kebahagiaan.” papar si pemuda itu. Dia lalu bercerita bahwa sesaat setelah menyambar singkong itu dia langsung memamerkan kepada teman-temannya. Ia ingin membuktikan bahwa dia masih bisa jajan. Sesuatu yang dianggap remeh, tapi baginya itu membuatnya sangat bahagia, sehingga dia berjanji suatu saat akan membalas budi baik pedagang gorengan itu.
“Saya mungkin tidak bisa membalas budi baik Bapak. Tapi, saya ingin meberangkatkan Bapak berhaji, semoga Bapak bahagia,” ujar si pemuda itu. Pedagang gorengan itu hamper-hampir tidak percaya. Dua puluh tahun empat silam ia telah membahagiakan seorang anak yatim. Maka Alloh pun membalas amal shalihnya itu. Subhanallah…
Sumber: majalah Lazdai amal insani dalam pantiasuhan.net
No comments:
Post a Comment