Friday, December 16, 2011

Kisah Mualaf Melinda Baily




REPUBLIKA.CO.ID, SOUTH CAROLINA – Melinda Baily baru tiga tahun memeluk Islam. Lahir dari ayah berdarah Polandia dan ibu berdarah Italia, kehidupan keluarganya benar-benar didedikasikan untuk Kristen.

Perkenalannya dengan Islam, tak lepas dari sang kakak. “Kakakku memiliki hubungan serius dengan pria Muslim,” ujar dia seperti dikutip onislam.net.

Sang kakak terlebih dulu mempelajari Islam. Awalnya, dalam keluarga Melinda tak satu pun yang mengenal Islam. Kehadiran calon kakak ipar disambut baik oleh keluarga. Kakaknya mulai ‘meraba-raba’ untuk belajar tentang cara pandang calon suaminya itu.

Keinginan sang kakak untuk belajar Islam tak terbendung lagi. “Dia ingin membuat keputusan tentang agama apa yang ingin mereka ajarkan kepada anaknya. Dia tak ingin memperkenalkan anak-anaknya dengan agama yang ia sendiri tidak yakin,” kata wanita yang tinggal di Carolina Selatan ini.

Sang kakak akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam setelah belajar selama dua tahun. Kakaknya mengatakan pada anggota keluarga bahwa ia tak lagi bisa menerima ajaran Trinitas yang selama ini dianut. Berislamnya kakak Melinda, pada mulanya dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan.

Bagaimana tidak, begitu banyak kesalahpahaman yang bisa terjadi karena masalah agama. Banyak perubahan besar yang terjadi pada diri sang kakak. Mulai dari cara pandang, cara berpakaian, cara berpikir dan semuanya. “Sungguh, saat itu aku benar-benar tidak tertarik pada Islam. Sangat menakutkan untuk melihat kakak banyak mengalami perubahan,” kenang Melinda.
Masuknya sang kakak menjadi seorang Muslim, cukup menyebabkan keluarganya tak lagi pergi ke gereja. Namun, mereka mengaku masih memercayai ajaran Trinitas.

Sejak saat itu, banyak hal yang bertentangan dalam keluarga karena adanya perbedaan agama. Orang tuanya mengatakan satu hal, kakaknya mengatakan hal yang lain. Bosan dengan perdebatan, Melinda memutuskan untuk mencari sendiri keyakinannya saat hendak masuk ke sekolah tinggi.

“Jadi, aku benar-benar ingin belajar sendiri dan memutuskan apa yang kuyakini. Bukan hanya menerima agama yang kubawa sejak lahir,” ujar dia. Ia sangat yakin, apa pun hasil pencariannya akan membuatnya semakin mantap dalam beragama. Entah itu makin mantap menjadi seorang Kristen, atau bahkan justru masuk Islam.

Melinda sudah bertekad untuk ‘mencari kebenaran agama’, namun ternyata kehidupannya sebagai remaja jauh lebih menggairahkan dibandingkan keinginannya untuk belajar. “Ternyata aku tidak pernah benar-benar memiliki dorongan untuk melakukannya, karena aku sibuk melakukan banyak hal sebagai remaja,” tuturnya.

Tak berselang lama, sang kakak yang sudah berkeluarga, memutuskan untuk pisah rumah. Setiap kali datang berkunjung, Melinda selalu merasa kakaknya datang dengan karakter yang lebih religius dari sebelumnya. “Sungguh sangat menakutkan melihat perubahan itu. Lalu kakak mengenalkan aku dengan seorang pria Muslim,” ungkap Melinda.

Ia kemudian menjalin hubungan dengan pria itu. Namun, sebelum hubungan itu berlanjut serius, keduanya memutuskan untuk tidak melihat satu sama lain. Melinda ingin melakukan ‘meditasi’ untuk melakukan pencarian agama sebelum memutuskan untuk memiliki hubungan yang lebih serius dengan seseorang.

Melinda mulai melakukan pencarian. Baginya, satu rumah tangga harus memiliki agama yang sama. Itu adalah masalah prinsip yang tak bisa ditawar lagi. Pencarian agama ini yang menjadi langkah penting untuk menentukan apakah hubungan dengan pria itu lanjut atau putus. “Pernikahan lintas agama adalah suatu hal yang sulit. Aku benar-benar ingin meneliti agama sebelum akau memutuskan agama yang akan aku anut,” kata dia.

Hal pertama yang ia pelajari tentang Islam, yaitu hak tentang perempuan. Banyak rumor yang ia dengar tentang hak perempuan. Ia pikir perempuan dipaksa harus menutup seluruh badannya, harus selalu di belakang laki-laki. Opini itu yang selama ini ada di benaknya, karena seperti itulah yang digembar-gemborkan di media.

Alangkah terkejutnya Melinda ketika mengatahui bahwa ternyata banyak hak yang diberikan kepada perempuan. Misalnya, seorang wanita memiliki hak untuk memiliki kekayaan dan bisnis sendiri. Ia juga baru tahu bahwa perempuan bertanggungjawab terhadap uang sendiri dan boleh melakukan sesuatu tanpa pengaruh laki-laki. “Aku juga terkejut bahwa perempuan ternyata memiliki hak waris,” ujarnya.

Berbicara soal hak perempuan, Melinda mulai setuju dengan beberapa hal yang ada dalam Islam. Poin awal ini yang semakin membuatnya tertarik untuk mempelajari Islam.

Melinda lalu mencari tahu apa yang sebenarnya disembah oleh umat Islam. Awalnya, ia berpikir Muslim menyembah Muhammad, tidak percaya pada Yesus dan tidak percaya pada Tuhan. “Ketika aku meneliti, ternyata mereka percaya pada Yesus (Isa), mereka percaya pada Tuhan, tapi mereka tidak percaya pada Trinitas.”

Saat mempelajari Islam, ia melihat banyak hal yang mirip antara Islam dan Kristen. Beberapa kisah dalam Alquran semakin memudahkannya dalam belajar. Melinda juga banyak mengetahui cerita tentang Abraham (Ibrahim), Musa dan Nuh dan begitu banyak hal yang persis sama, kecuali soal Trinitas.

Melinda lalu mempelajari posisi Muhammad dalam Islam. Ia lalu tahu bahwa Muslim tidak menyembah Nabi Muhammad. “Muhammad adalah seorang nabi yang memerintahkan untuk menyembah satu Tuhan,” kata dia.

Satu hal umum yang merupakan perdebatan besar antara Muslim dan Kristen adalah sudut pandang Islam bahwa menyembah Yesus sebagai Tuhan dianggap menyekutukan Allah. Ia kemudian mempelajari pandangan Islam tentang Yesus. "Secara pribadi, pada saat itu aku menyadari bahwa Trinitas benar-benar tidak masuk akal bagiku,” kata dia.

Namun, hal itu belum memuaskan dirinya. Banyak poin yang ia pelajari dalam Kristen, seperti Yesus adalah anak Tuhan, dan bahwa dia adalah Tuhan. Ia membandingkan dengan apa yang dikatakan umat Muslim bahwa Yesus adalah nabi dan tak pernah minta untuk disembah.

Saat konsep Trinitas sudah ia yakini kesalahannya, Melinda tak serta merta menyatakan masuk Islam. Satu hal yang menghalanginya masuk Islam adalah anggapan bahwa dirinya takkan diterima secara sosial jika menjadi Muslim. “Itu karena kesombongan kita sendiri dan prasangka. Kadang kita tidak bisa menerima seseorang dari ras yang berbeda, dari warna yang berbeda atau dari negara dan budaya yang berbeda,” ujarnya.

Namun, Melinda sadar dan segera memantapkan hatinya untuk memeluk Islam dan menikah. Ia teringat saat pertama kali akan menikah dan berpindah agama. "Sulit sekali menjelaskan pada keluarga besar yang sebagaian besar Katholik dan sebagian Kristen,” kata dia.

Ia juga mengatakan sangat sulit berada dalam suatu negara dengan kondisi minoritas namun begitu banyak prasangka. "Alhamdulillah, kini saya Muslim. Sudah menikah dan mulai menjalankan ajaran agama Islam," tegas Melinda.



No comments:

Post a Comment

Pages

Gabung Yuk....