Monday, December 26, 2011

Penggembos Inilah Yang Seharusnya Bertanggungjawab Atas TOLERANSI Salah Kaprah !!!


JIKA toleransi saat ini (abad 20) dideteksi di setiap penjuru dunia, saya yakin Jerussalem adalah yang TERBURUK.

Pada akhir tahun 1987 saya sempat berkunjung ke kota Jerussalem lama. Kota kuno di atas bukit yang dikelilingi tembok raksasa itu menyimpan tempat suci utama tiga agama :
- Masjid al-Aqsa,
- Wailing Wall (Dinding Ratapan) dan
- Gereja Holy Sepulchre (Kanisat al-Qiyamah).
Saat ini, tempat ini adalah daerah konflik yang paling menegangkan di dunia.

Ketika menapaki jalan-jalan di kota tua itu banyak perisiwa menegangkan. Saya menyaksikan seorang pendeta Katholik dan seorang rabbi Yahudi saling memaki dan sumpah serapah, nyaris saling bunuh.

Di lorong-lorong pasar saya melihat ceceran darah segar Yahudi dan Palestina. Di pintu masuk dinding ratapan saya bertemu seorang Yahudi Canada. Dengan pongah dan percaya diri dia teriak, "I come here to kill Muslims". Di pintu gerbang masjid Aqsa, seorang tentara Palestina menangis selamatkan masjid al-Aqsa! Selamatkan masjid al-Aqsa!

Namun jika makna toleransi itu kita kembalikan ke abad 7 dan seterusnya, mungkin Jerussalem justru yang TERBAIK. Setidaknya sejak Muslim memimpin dan melindungi kota ini.
Jika kita menelurusi lorong via dolorosa menuju Gereja Holy Sepulchre orang akan tersentak dengan bangunan Masjid Umar. Masjid Umar itu terletak persis didepan gereja yang diyakini sebagai makam Jesus. Di situ semua sekte berhak melakukan kebaktian. Melihat lay-out dua bangunan tua ini orang akan segera berkhayal “ini pasti lambang konflik dimasa lalu”. Tapi khayalan itu ternyata salah. Fakta sejarah membuktikan masjid itu justru simbol TOLERANSI. Begini sejarahnya :

Umat Islam dibawah pimpinan Umar ibn Khattab ra mengambil alih kekuasaan Jerussalem dari penguasa Byzantium pada bulan Februari 638. Mungkin karena terkenal wibawa dan watak kerasnya Umar ra memasuki kota itu tanpa peperangan. Begitu Umar datang, Patriarch Sophronius, penguasa Jerussalem saat itu, segera “menyerahkan kunci” kota.

Suatu saat, ketika Umar bersama Sophronius menginspeksi gereja tua itu ia ditawari shalat di dalam gereja. Menurut pembaca situslakalaka, bagaimana sikap umar kemudian ??? Setujukah beliau sholat didalam gereja itu sebagai simbol toleransi ????

Tidak saudara-saudara, ternyata ia menolaknya dan inilah katanya: “jika saya shalat di dalam, orang Islam sesudah saya akan menganggap ini milik mereka, hanya karena saya pernah shalat disitu”.

Sebagai penghargaannya atas keramahtamahan Sophronius, Umar kemudian mengambil batu dan melemparkannya keluar gereja. Ditempat batu itu jatuh ia kemudian melakukan shalat. Mulai saat itu Umar kemudian menjamin bahwa Gereja Holy Sepulchre tidak akan diambil atau dirusak umat islam, sampai kapanpun dan tetap terbuka untuk peribadatan umat Kristiani. Itulah toleransi Umar.

Toleransi ini kemudian diabadikan Umar dalam bentuk Piagam Perdamaian. Piagam yang dinamakan al-‘Uhda al-Umariyyah itu mirip dengan piagam Madinah. Dibawah kepemimpinan Umar non-Muslim dilindungi dan diatur hak serta kewajiban mereka.

Piagam itu di antaranya berisi sebagai berikut:
- Umar amir al-mu’minin memberi jaminan perlindungan bagi nyawa, keturunan, kekayaan, gereja dan salib, dan juga bagi orang-orang yang sakit dan sehat dari semua penganut agama.
- Gereja mereka tidak akan diduduki, dirusak atau dirampas.
- Penduduk Ilia (maksudnya Jerussalem) harus membayar pajak (jizyah) sebagaimana penduduk lainnya; dan seterusnya.

Sebagai ganti perlindungan yang diberikan Khalifah Islam terhadap diri, anak cucu, harta kekayaan, dan pengikutnya Sophorinus juga menyatakan jaminannya.
- kami tidak akan mendirikan monastery, gereja, atau tempat pertapaan baru dikota dan pinggiran kota kami;..
- Kami juga akan menerima musafir Muslim kerumah kami dan memberi mereka makan dan tempat tinggal untuk tiga malam…
- kami tidak akan menggunakan ucapan selamat yang digunakan Muslim;
- kami tidak akan menjual minuman keras;
- kami tidak akan memasang salib … di jalan-jalan atau di pasar-pasar milik umat Islam”. (lihat al-Tabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk; juga History of al-Tabari: The Caliphate of Umar b. al-Khattab Trans. Yohanan Fiedmann, Albany, 1992, p. 191)

Bukan hanya itu pembaca situslakalaka, Salah satu poin dalam Piagam itu melarang Yahudi masuk ke wilayah Jerussalem. Justru Ini atas usulan Sophorinus. Namun Umar meminta ini dihapus dan Sophorinus pun setuju. Umar lalu mengundang 70 keluarga Yahudi dari Tiberias untuk tinggal di Jerussalam dan mendirikan synagogue. Konon Umar bahkan mengajak Sophorinus membersihkan synagog yang penuh dengan sampah. Itulah toleransi Umar.

Piagam Umar ternyata terus dilaksanakan dari satu khalifah ke khalifah lainnya. Umat Islam tetap menjadi juru damai antara Yahudi dan Kristen serta antara sekte-sekte dalam Kristen. Ceritanya, karena sering terjadi perselisihan antar sekte di gereja Holy Sepulchre tentara Islam diminta berjaga-jaga di dalam gereja. Sama seperti Umar, para tentara juru damai itu pun ditawari shalat dalam gereja dan juga menolak. Untuk praktisnya mereka shalat dimana Umar dulu shalat.

Di tempat itulah kemudian Salahuddin al-Ayyubi pada tahun 1193, membangun masjid permanen. Jadi masjid Umar inilah saksi toleransi Islam di Jerussalem.

Namun, kini Jerussalem yang damai tinggal cerita. Belum ada jalan kembali menjadi kota toleransi. Lebih-lebih makna toleransi seperti dulu sudah MATI oleh LIBERALISASI. Dan Umar maupun Sophorinus tidak mungkin akan dinobatkan menjadi “Bapak pluralisme”. Sebab menghormati agama orang lain kini tidak memenuhi syarat toleransi.

Toleransi sekarang telah ditambah maknanya menjadi menghormati dan mengimani kebenaran agama lain. Betul -betul TOLERANSI yang SALAH KAPRAH. Dan lagi lagi bisa diduga, biang keladinya adalah Penggembos Islam dari kaum humanis sekuler yang ateis dan Penganut Paham Pluralisme Agama (The Challenge of Religious Pluralism, Christian Research Journal). *
sumber situslakalaka.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Pages

Gabung Yuk....