Warga Mesuji, Provinsi Lampung, menemui
Komisi III DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin Rabu,
(14/12). Mereka didampingi aktor Pong Harjatmo dan mantan Asisten
Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip
Kadi. Selain itu juga hadir para aktivis Front Pembela Islam.
Kedatangan mereka ini untuk mengadukan
dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan aparat kepolisian
terkait kasus sengketa tanah dengan perusahaan asal Malaysia. Meraka
membawa bukti berupa video pembantaian. “Banyak lahan perkebunan di
Sumatera yang dikuasai asing. Jadi ini sengketa lahan,” kata Pong.
Tapi sayangnya, masih kata Pong,
masyarakat yang menjadi korban dari perebutan lahan oleh perusahaan
asing tersebut, justru diperlakukan secara sadis oleh kepolisian.
Padahal, mestinya, polisi itu mengabdi kepada rakyat, bukan malah kepada
perusahaan asing. “Tindakannya sadis. Ada orang lapor ditahan sekian
bulan. Orang mempertahankan tanahnya dibunuh, dipotong seperti
binatang,” jelas Pong.
Dari video tersebut, jelas Pong, aparat
yang melakukan pembunuhan adalah pasukan brigade mobil (Brimob). Meski,
dalam video juga tampak ada aparat yang mengenakan seragam loreng. “Itu
melebihi penjajah,” jelasnya.
Cakram atau CD yang berisi video
penyembelihan yang diperoleh wartawan DPR, menunjukkan betapa biadabnya
para pelaku. Saking biadabnya, para wartawan tidak berani menyaksikan
adegan demi adegan dari penyembelihan beberapa orang warga Mesuji.
“Biadab. Kayak motong ayam aja tuh orang,” sergah seorang wartawan yang
menyaksikan pemutaran video tersebut di gedung DPR, kemarin (Rabu,
14/12). Tak lama kemudian, dia pun pergi karena tidak kuat melihat
adegan penyembelihan itu.
Dalam cakram tersebut, ada dua file foto
dan video. Untuk foto, file pertama diberi judul “Foto Kejadian Baku
Tembak Antara Petani & Aparat di Lampung”. File foto kedua berjudul
“Pelanggaran HAM”. Sedangkan file video pertama diberi judul “Bentrok
Warga Sungai Sodong Vs PT SWA”, file video kedua diberi judul “Kisah
Sadis I”, file ketiga berjudul “Kisah Sadis 2-Sodong Palembang” dan file
3 berjudul potong kepala.
Ketika file video pertama yang berjudul
kisah Sadis I diputar, tampak pemandangan mengenaskan. Di satu desa,
tepatnya di pinggir jalan, tampak tubuh manusia tanpa kepala digantung
di tiang listrik yang ada di pinggir jalan. Pria itu memakai kaos
berwarna biru dan bercelana jean biru. Tangan kanan lelaki itu mulai
dari siku diikat di tiang listrik.
Setelah pemandangan mengenaskan itu,
nampak gambar di salah satu halaman rumah tergeletak sosok lelaki
berperawakan kekar sudah tak bernyawa. Tubuh lelaki berpakaian kemeja
putih dan bercelana jean serta bersepatu cats warna putih penuh luka
bacokan. Di bagian kepalanya mengalir darah segar. Setelah itu, dua
kepala manusia yang diletakkan di atas atap mobil berwarna merah muncul
dalam adegan berikutnya. Ada dua video yang merekam proses pemenggalan
dua kepala pria, sementara tampak satu pria bersenjata api laras panjang
dengan menutup kepala sedang memegang kepala yang telah terpenggal.
Peristiwa ini berawal dari perluasan
lahan oleh perusahaan PT Silva Inhutani sejak tahun 2003. Perusahaan
yang berdiri tahun 1997 itu, terus menyerobot lahan warga untuk ditanami
kelapa sawit dan karet.
Sementara, mantan anggota DPR Mayor
Jenderal (Purn) Saurip Kadi, yang ikut mendampingi warga mengatakan,
perusahaan itu kesulitan mengusir penduduk dan kemudian meminta bantuan
aparat. Selain meminta bantuan aparat, perusahaan itu juga membentuk
kelompok keamanan sendiri. “Mereka bentuk Pam Swakarsa untuk
membenturkan rakyat dengan rakyat tapi di belakangnya aparat. Ketika
warga mengadu ke aparat tidak dilayani. Intimidasi dari oknum aparat dan
pihak perusahaan sangat masif di sana,” kata Saurip.
Laporan pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) yang disampaikan warga Mesuji, Lampung, membuat anggota Komisi III
tercengang. Mereka seakan tidak percaya hal ini bisa terjadi di
Indonesia. “Saya sangat prihatin, bagaimana hal kayak begini masih
terjadi di Indonesia. Aparat keamanan yang seharusnya menjadi pengayom
dan pelindung malah menteror warganya,” kata anggota Komisi III dari
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboebakar, Rabu, (14/12).
Aboe menilai tindakan yang dilakukan
aparat tersebut sangat biadab dan termasuk pelanggaran HAM berat. “Kalau
lihat rekamannya, Anda pasti tidak kuat. Bagaimana bisa manusia
disembelih begitu, kayak ayam saja, sungguh ini sangat biadab, saya kira
ini sudah termasuk pelanggaran HAM berat,” tegas Aboe.
Sekretaris Fraksi Hanura Saleh Husin juga
prihatin atas pristiwa ini. Perlakuan tersebut sangat disayangkan. “Ini
sanghat disayangkan. Walaupun mungkin ini hanya oknum. Tapi kok masih
ada oknum aparat yang bekerja bukan untuk rakyat, tapi untuk perusahaan.
Ini tidak dibenarkan sama sekali,” kata, Rabu, (14/12).
Karena itu, Saleh mendesak Kapolri Timur
Pradopo mengusut kasus tersebut. “Ini di luar perikemanusiaan. Kapolri
harus bertindak cepat usut tuntas masalah ini. Pelakunya harus diganjar
benar-benar berat. Tidak bisa tidak. Karena ini pelanggaran HAM,”
tegasnya lagi. seperti dikutip harian online Rakyat Merdeka.
Menurut Saleh, Kapolri Timur perlu untuk
segera bertindak cepat setidaknya karena dua hal. Pertama, agar warga
Mesuji yang selama ini sudah pesimis dengan aparat penegak hukum dan
Kepolisian dapat menegakkan keadilan, bisa tumbuh kembali kepercayaannya
bahwa hukum memang masih ada di negeri ini. Kedua hal ini juga untuk
menghindari agar masyarakat tidak bergerak liar dan membabi buta.
Sementara itu, Petinggi Polri belum Tahu
atas peristiwa Pembantaian Warga di Lampung. Polri sedang mendalami
laporan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan anggota Brimob terhadap
Warga Mesuji, Provinsi Lampung. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag
Penum) Mabes Polri, Boy Rafli Amar mengatakan sampai saat ini pihaknya
masih mencari data soal peristiwa itu. “Kita lagi nyari (datanya),
peristiwanya kapan, dimana. Jadi saya belum bisa memberikan informasi
awal. Kalau sudah ada informasinya, pasti disampaikan,” kata Boy yang
mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.
Hal senada juga disampaikan Penasehat
Kapolri, Kastorius Sinaga. Ia menegaskan akan mencari data pelanggaran
hak asasi manusia berat yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Warga
Mesuji, Provinsi Lampung terkait kasus sengketa tanah dengan perusahaan
asal Malaysia. “Saya cari informasinya dulu, baru nanti saya komentar
ya,” singkat Kastorius, Rabu (14/12).
Komisi III DPR berkomitmen mengungkap
kasus kejahatan kemanusiaan berupa pembantaian terhadap 30 petani
Lampung terungkap setelah disampaikan warga Mesuji, Lampung dengan
meminta keterangan Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Rabu malam ini.
“Nanti malam kita akan ketemu Kapolri. Kami akan minta penjelasan kepada
Pak Timur mengenai hal ini,” kata anggota Komisi III DPR-RI Aboe Bakar
Al Habsyi di Jakarta, Rabu (14/12).
Sebagaimana diketahui, dalam laporan
warga Mesuji, Lampung disebutkan bahwa pembunuhan keji terhadap 30
petani yang terjadi pada 2009 hingga 2011 itu dilakukan saat penggusuran
terhadap masyarakat dilakukan. Oleh karena itu, Komisi III DPR harus
mengungkap tuntas kasus tersebut. Meski ada informasi bahwa Kapolda
Lampung sudah dicopot. Tapi itu saja tidak cukup. Kapolri Timur Pradopo
dan Presiden SBY harus bertanggung jawab.
No comments:
Post a Comment