Ketika
zaman penjajahan Belanda yang mayoritas Kristen, umat Islam di negeri
ini pernah mengalami masa yang amat kelam. Masa di mana ribuan ulama pernah dibantai oleh seorang raja zhalim yang telah diperalat penjajah Kristen Belanda.
Selain
menjadi sasaran penindasan penjajah Kristen Belanda, umat Islam juga
diperalat menjadi pelakunya. Hal ini bisa dilihat dalam sejarah
–sayangnya sejarah ini berusaha ditutupi- di mana Raja Amangkurat I
adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pembantaian kurang
lebih 5000 sampai 6000 ulama yang dikumpulkan di seluruh tanah Jawa.
Pembantaian
terhadap umat Islam kadang bukan hanya menimpa umat secara umum, namun
justru inti umat yang dibantai, yaitu para ulama. Pembantaian yang
diarahkan kepada ulama itu di antaranya oleh Amangkurat I, penerus
Sultan Agung, raja Mataram Islam di Jawa, tahun 1646
Saat
itu Penyebaran Islam menjadi benar-benar terhambat dan sekaligus
merupakan sejarah paling hitam tatkala Amangkurat I mengumpulkan 5000
sampai 6000 orang ulama seluruh Jawa dan membunuh seluruhnya secara
serentak
Ironisnya sejarah kelam
ini justru ditutup-tutupi oleh penulis sejarah dari kalangan Islam
sendiri dan menjadi praktik pembodohan yang dilakukan umat Islam
sendiri.
Selain modus pembantaian
oleh Raja yang telah diperalat, untuk melancarkan Kristenisasi penjajah
Belanda juga menggunakan orang-orang yang menjadi figur ditengah
masyarakat yang berlabel "Kyai."
Seolah
meniru taktik penjajah Kristen Belanda saat ini begitu banyak Kyai
liberal diciptakan untuk mendukung dan memudahkan aksi kristenisasi.
Tengoklah seorang Kyai murtad asal Jepara dan menjadi misionaris di tanah Jawa yang bernama Kyai Sadrach.
"Kalau
sekarang ada orang-orang yang membela pemurtadan, maka bukan hanya
sekarang, di zaman Belanda sudah ada. Kyai Sadrach Bagi sebagian
masyarakat yang terlanjur mempersepsikan sebutan kyai dengan ulama agama
Islam, boleh jadi akan kecele. Sebab, kyai yang satu ini adalah
murtadin (orang murtad bahkan penginjil, keluar dari Islam) yang aktif
menyebarkan agama Kristen sembari membiarkan tradisi Jawa larut dalam
ajaran Kristen. Diperkirakan, ia lahir di Jepara pada tahun 1835, dan
meninggal dunia pada 14 November 1924 dalam usia 89 tahun,
Kyai
Sadrach bernama asli Radin, berasal dari keluarga miskin dan bahkan
pernah menjadi pengemis, usai menimba ilmu dari sebuah Ponpes di Jombang
Jawa Timur, ia berkelana sampai akhirnya bertemu seorang penginjil
bernama Hoezoo dan murtad.
Di
Semarang ternyata Radin bertemu dengan seorang Kyai sepuh bernama
Tunggul Wulung yang lebih dulu murtad dan Radin pun menjadi muridnya.
Radin
dibawa ke Batavia oleh Kyai Ibrahim Tunggul Wulung, dibaptis dengan
nama Sadrach pada tanggal 14 April 1867, ketika usianya menginjak angka
32 tahun. Sejak saat itu, Radin alias Sadrach menjadi anggota gereja
Zion Batavia yang beraliran Hervormd. Tugas pertamanya, menyebarkan
brosur dan buku-buku tentang agama Kristen dari rumah ke rumah di
seputar Batavia.
Meski sudah
Kristen Sadrach tetap menyematkan label Kyai dan tentu ini bukan tanpa
sebab, ia semakin giat melakukan kristenisasi hingga berhasil
memurtadkan banyak orang dan memurtadkan para Kyai lainnya yaitu Kyai
Ibrahim yang tinggal di Sruwoh, tak jauh dari Karangjasa, dan Kyai
Kasanmetaram.
Lebih lanjut ustadz
Hartono menceritakan Sadrach menjadi anak angkat Pendeta Stevens Philips
dan giat melakukan kristenisasi dengan mencampurkan budaya Jawa
termasuk kejawen di dalamnya sehingga ia mendapat banyak pengikut. Namun
demikian para misionaris asal Belanda justru melihat Sadrach yang
sangat berpengaruh di kalangan pribumi ini dianggap ambisius, gila
hormat, mencampur adukkan sinkretisme dengan Kristen hingga ancaman
potensial untuk memberontak pada Belanda. Bahkan misionaris Belanda
pernah menyatakan pemisahan diri dari jemaat Sadrach. Sadrach pun pernah
dipenjara oleh Belanda meski akhirnya dibebaskan.
Begitulah
nasib Kyai murtad yang kemudian bernama lengkap Radin Abas Sadrach
Supranata. Meski sudah murtad dan aktif mengkristenkan kalangan pribumi,
ia tetap dipandang sebagai orang Jawa yang kedudukannya lebih rendah
dari orang Belanda.
Dan yang patut
kita perhatikan adalah, bahwa siapapun orang-orang yang menyengsarakan
Islam di dunia ini baik dengan kesadarannya ataupun diperalat pihak
lain, dengan kata lain ingin memadamkan cahaya Allah dimuka bumi, maka
tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya,.........menimpakan
kehinaan bagi mereka, baik didunia maupun diakhirat.
Sebagaimana
kisa kyai sadrach diatas, selain umat sudah tidak percaya, pihak
sponsor pun belum tentu percaya bahkan dianggap membahayakan. Alhasil,
pada akhirnya mereka mendapat KEHINAAN di dunia dan adzab yang besar di
akhirat. (Ahmed Widad)
sumber : situslakalaka.blogspot.com
No comments:
Post a Comment