Lelaki
Inggris itu masih seorang mahasiswa ketika ia memutuskan beralih
memeluk Islam empat tahun lalu. Tempatnya bersyahadat pun tak biasa
yakni di toko es krim di kota Manchester.
Paul Martin, 27 tahun,
bosan menyaksikan gaya hidup hedonis dari banyak teman-temannya di
universitas. Alih-alih ia tertarik dengan aktivitas mencari ilmu dan
pengetahuan, kegiatan yang ia sebut titik utama Islam.
Perjumpaannya dengan seorang Muslim yang lebih tua lantas mengubah hidupnya.
"Saya
suka cara para pelajar Muslim membawakan diri mereka. Sangat indah
untuk berpikir bahwa ada orang yang hanya memiliki satu pasangan dan
bersetia selama hidupnya dan tidak melakukan perbuatan yang bisa
menyakiti tubuh," ungkapnya.
Paul mengaku lebih menyukai gaya
hidup Islami dan ia pun mencoba mengkaji Alquran. "Saya kagum melihat
keutaman dalam Islam ternyata pada ilmu," ungkapnya lagi.
Seorang
teman Muslimnya kemudian mengenalkan Paul dengan seorang dokter Muslim
yang beberapa tahun lebih tua. "Kami pergi dan berbincang di kedai kopi.
Beberapa pekan kemudian kami mampir ke restoran es krim dan di sanalah
saya mengutarakan keinginan menjadi Muslim," tuturnya.
Dalam toko
es krim itu pula dituntun si dokter dan disaksikan dua temannya, Paul
mengucapkan syahadat. "Saya tahu beberapa orang ingin melakukan dengan
formal di dalam masjid, tapi saya berpikir agama bukanlah materi,
melainkan apa yang ada dalam hatimu," ungkapnya.
Paul mengaku tak
pernah ke masjid sebelum menjadi Muslim. Pasalnya, kadang ia merasa
terintimidasi. 'Maksudnya, saya selalu berpikir tidak masuk kriteria
seorang Muslim. Namun tak ada yang tak mungkin, anda bisa menjadi Muslim
Inggris dan tetap mengenakan celana jins, kaos, kemeja, juga jaket,"
ungkapnya. Kini, imbuhnya, di masjid yang kerap ia sambangi di Leeds,
banyak bahasa diucapkan dan juga banyak jamaah mualaf dari berbagai
kebangsaan.
Saat memeluk Islam, Paul mengakui tak serta merta
memberi tahu keluarnganya. "Saya tak bisa sekedar pulang lalu berkata
saya sudah jadi Muslim. Ada proses bertahap," tuturnya.
Ia pun
mengalami proses panjang sebelum beralih menjadi Muslim ketika ia mulai
tak menyantap babi dan tidak menenggak alkohol lagi. "Tapi kami masih
menggelar makan malam bersama di Hari Ahad, namun hanya menyediakan
kambing, itu pun halal." tutur Paul.
"Terus terang jika dulu ada
seorang teman di kampus berkata, 'Kamu akan menjadi Muslim,' saat itu
saya tidak akan mempercayainya meski berjuta tahun lamanya. Itu lompatan
tak terbayangkan dan berlebihan," ujarnya. "Namun kini, siapa yang bisa
menduga dan saya baru saja kembali dari menunaikan ibadah Haji."
(republika.co.id)
No comments:
Post a Comment