Ini cerita inspirasi bagi kita semua kaum muda yang mungkin saat ini selalu disuguhi tontonan perceraian dan perselingkuhan di infotainment, kisah satu ini mudah-mudahan bisa menjadi salah satu inspirasi dan semangat untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Du Chanyun adalah seorang guru di
kampung Dakou kota Liushan, tepatnya di pedalaman pegunungan Tuniu.
Chanyun adalah tumpuan harapan dari 500 KK yang tersebar di kampung
Dakou.
Tahun
1981, setelah lulus SMA, ketika itu usianya 19 tahun, Chanyun
memutuskan menjadi seorang guru SD di kampung Dakou. Pria asal kampung
Nancao, Provinsi Henan ini adalah seorang guru yang gigih. Selama
sepuluh tahun, setiap bulan dia hanya memperoleh gaji guru sebesar RB.
6.5 (atau sekitar Rp. 7.000,-).
Suatu
hari, di tahun 1990, bencana datang menimpanya. Saat itu adalah musim
panas. Hujan badai membasahi ruangan kelas sekolahnya. Biasanya, di
liburan musim panas, orang-orang di kampung itu mengumpulkan uang untuk
memperbaiki sekolah, Du Chanyun begitu bersemangat bekerja, kehujanan
pun tetap kerja memindahkan batu, seluruh badan basah kuyup. Akhirnya
pada suatu hari, dia jatuh sakit, sakit berat karena kehujanan dan
capek.
Sayangnya,
setelah sembuh ia mendapatkan tubuhnya dia sudah tidak mampu dibuat
berdiri lagi. Tubuh sisi kirinya tidak dapat digerakkan. Meski begitu,
ia khawatir, mengajar akan menjadi sebuah mimpi yang jauh baginya.
Istrinya,
Li Zhengjie merasakan isi hati sang suami. Untuk menentramkannya, Li
mengatakan, “Kamu jangan kuatir, kamu tidak bisa jalan, sampai panggung
pun saya akan menggendongmu,” demikian ujar wanita dari kampung yang
buta huruf ini.
Menopang Suami
Tak
urung, Li memikul tanggung jawab keluarga. Setiap hari, ia harus
menggendong suaminya menjadi seorang guru dari rumah sampai sekolah yang
jaraknya 6 mil. Sejak 1 September 1990, jadwal hidup Li seperti ini.
Setiap hari mulai pagi-pagi, Li Zhengjie bangun menanak nasi,
membangunkan 4 anggota keluarganya dan menyiapkan mereka makanan.
Setelah makan, ia harus menggendong suaminya berangkat mengajar.
Di
sepanjang jalan, Li meraba, merangkak jatuh bangun sampai tiba di
sekolah. Di sekolah, Li menempatkan suaminya di kursi lalu menitip pesan
ke beberapa murid yang agak besar lantas bergesa-gesa pulang. Maklum,
di rumah masih ada sawah yang menunggunya untuk dikerjakan.
Sejak memikul tanggung jawab mengendong suaminya, ada dua hal yang paling dia takuti adalah musim panas dan musim dingin.
Rumah
Du Chanyun berada pada Barat Selatan sekolah, walaupun jarak dari
rumahnya ke sekolah hanya 3 mil, namun tidak ada jalan lain, selain dari
jalan tikus, dengan batu-batuan yang berserakan, ranting-ranting pohon,
sungai kecil.
Pada
suatu hari di musim panas, saat itu, baru saja turun hujan lebat, Li
Zhengjie seperti hari biasa menggendong suaminya berangkat. Air sungai
saat itu melimpah menutup batu injakkan kakinya. Li Zhengjie sudah
hati-hati meraba-raba batu pijakan, namun tidak disangka ia tergelincir.
Arus sungai yang deras menghanyutkan mereka sampai 10 meter lebih.
Untung tertahan oleh ranting pohon yang melintang di hulu sungai.
Setelah lebih kurang setengah jam, ayahnya yang merasa khawatir akhirnya
datang mencari, mereka ditarik, anak dan menantunya baru berhasil
diselamatkan. Li lolos dari ancaman maut.
Dalam
beberapa tahun ini, Li Zhengjie terus menggendong suaminya. Entah sudah
berapa kali ia jatuh bangun. Pernah suaminya jatuh di posisi bawah.
Kadang-kadang Li Zhengjie jatuh di posisi bawah. Suatu hari Li Zhengjie
punya akal, setiap jatuh dia berusaha duluan menjatuhkan tubuhnya yang
kekar menahan batu yang mengganjal.
Li
Zhengjie telah berjuang membantu suaminya siang dan malam. Ia bekerja
keras dan capek. Sang suami, melihat dengan jelas perjuangan istrinya
itu. Hati Du Chanyun merasa iba.
Pada
tahun 1993, Du Chanyun memulai rencana buruk agar sang istri
meninggalkannya.Ia tak ingin sang istri menderita. Untuk mencapai tujuan
ini, dia mengubah karakternya, sengaja ia mencari gara-gara untuk
bertengkar. Du Chanyun, mulai memakinya. Tentu saja Li Zhengjie merasa
tertekan. Setelah 2 kali ribut besar, mereka sungguh-sungguh akan
bercerai.
Di
hari perceraian yang ditunggu, Li Zhengjie menggendong suaminya naik
sepeda. Ia sangat berhati-hati mendorong suaminya ke kelurahan setempat.
Semua orang sangat mengenal sepasang suami-istri yang dikenal akrab
ini. Begitu melihat tampang keduanya, semua orang makin gembira. “Saya
tidak pernah melihat wanita menggendong suaminya ke lurah minta cerai,
kalian pulang saja,” ujar pihak kelurahan.
Setelah
keributan minta perceraian tenang kembali, Li Zhengjie hanya
mengucapkan sepatah kata pada suaminya. “Walaupun nanti kamu tidak bisa
bangun lagi, saya juga akan menggendong kamu sampai tua.”
Tidak Bolos Mengajar
Kondisi
di sekolah tempat Du Chanyun mengajar sangat parah. Meski demikian,
kedua pasang suami istri bisa memberikan pendidikan yang baik buat
anak-anak. Di sekolah itu, pendidikan sangat kurang baik. Tidak ada alat
musik dan tidak ada poliklinik. Namun Du Guangyun menggunakan daun
membuat irama musik buat anak-anak. Li Zhengjie naik ke gunung mencari
obat ramuan, pada musim panas dia memasak obat pendingin buat anak-anak,
pada musim dingin masak obat anti flu buat anak-anak.
Di bawah bantuan istri, dalam 17 tahun, hari demi hari, tidak terhalangi oleh angin hujan, tidak pernah bolos satu kali pun.
Suatu
hal yang menggembirakan, data yang terkumpul dari kepala sekolah
tentang hasil ujian negeri bulan April, tingkat siswa yang lulus dari
sekolah SD tersebut mencapai 100 %. Tahun lalu ketika ujian masuk
perguruan tinggi, ada 4 orang siswa yang dulu pernah diajari dia masuk
ke perguruan tinggi, tahun ini ada 4 lagi yang lulus masuk masuk
spesialis.
Kini,
setiap hari raya Imlek, murid-muridnya sengaja pulang ke kampung
menjenguk bapak dan ibu gurunya, masalah tersebut menjadi peristiwa yang
sangat menggembirakan bagi sepasang suami istri guru ini.
No comments:
Post a Comment