Jakarta – Maraknya aksi kejahatan jalanan khususnya
pemerkosaan yang bermotif perampokan bahkan disertai pembunuhan di Jakarta
belakangan ini cukup membuat resah semua kalangan. Aparat Polisi, pejabat
pemerintahan dan warga pun angkat bicara mengenai maraknya kasus pemerkosaan
yang disertai perampokan itu.
Seperti
diketahui sebelumnya aksi pemerkosaan, perampokan dan pembunuhan di Jakarta
menimpa mahasiswi binus Livia Pavita Sulistyo yang diperkosa terlebih dahulu di
dalam angkot dan akhirnya tewas dibunuh.
Kali
ini peristiwa serupa dialami RS (28) karyawati swasta di bilangan Jakarta
Selatan. Namun korban kali ini tidak dibunuh. RS hanya diperkosa dua pria
secara bergantian di dalam angkot D-02 setelah akhirnya di turunkan di bilangan
Cilandak.
Fenomena
tersebut tentu mebuat miris. Belum usai tercengangnya warga akan peristiwa
tersebut, Gubernur DKI Jakarta justru menabur garam diatas luka.
Pria
berkumis tebal ini dalam pernyataannya menegaskan jika maraknya korban
perkosaan karena pakaian korban.
"Bayangkan
saja kalau orang naik mikrolet duduknya pakai rok mini, kan agak gerah juga.
Sama kayak orang naik motor, pakai celana pendek ketat lagi, itu yang di
belakangnya bisa goyang-goyang," katanya sembari bercanda.
Pernyataan
Foke menuai kritik dari berbagai kalangan, bahkan sejumlah aktivis perempuan
menggelar aksi di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu (18/9) sore.
"Aksi
ini dilakukan untuk menyadarkan semua pihak bahwa tragedi perkosaan bukan
karena faktor pakaian perempuan, tetapi lebih karena niat dari pelaku,"
ujarnya Dhyta kepada CentroOne.com.
Pernyataan
Foke itu juga disoal Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto. Menurut
Bagong, aksi perkosaan di Jakarta yang saat ini marak di ruang publik,
merupakan degradasi moral. Namun terlepas dari itu, fakta menyatakan jika
korban perkosaan itu rentang umurnya mulai balita 2 tahun sampai nenek-nenek
usia 70 tahun.
“Melihat
tingkat umur korban, siapapun akan menjadi korban. Artinya, itu sudah tak
tergantung lagi masalah tubuh seksi korban, pakaian dan sebagainya. Itu tak
memengaruhi karena korbannya bervariasi,” tandas Bagong.
Bagong
juga menuturkan jika masalah perkosaan yang sudah terjadi di ranah publik itu
disebabkan karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga keselamatan
perempuan.
Di zona
publik, masyarakat sebetulnya harus bisa mengeleminasi masalah kejahatan
terhadap perempuan, termasuk masalah perkosaan.
“Jika
sudah menyangkut umur korban, sebenarnya jangan hanya bisa menyalahkan korban
yang berpakaian minim, ini sudah tak ada kaitannya. Tapi yang harus dicari
penyebabnya adalah pada pelakunya, bukan korban. Pelaku yang tertangkap bisa
ditanya penyebab atau motivasi dia melakukan tindak kejahatan moral tersebut,”
aku Bagong.
Sementara
dengan kejadian di Jakarta yang menimpa korban di atas angkot pada malam hari,
itu termasuk kondisi situasionalnya saja. Sebab profil korban yang dari
berbagai variasi umur dan status, menjadi bukti konkrit adanya kejahatan ini.
“Perkosaan
itu ada dua modus, yang pertama karena modus kriminalitas yaitu memerkosa
sekaligus menjarah barang korban dan yang kedua modus nafsu. Tapi pakaian bukan
menjadi penyebabnya. Begitu juga dengan pengaruh arus komunikasi seperti
tayangan televisi dan film biru, itu hanya menjadi konstruksi yang sudah
tertanam lama di pikiran pelaku,” tambah dia.
Bagi
Bagong, korban perkosaan saat ini hanya menjadi simplikasi masalah, bukan
terlibat langsung. Untuk itu, agar tindak kejahatan seperti ini berkurang atau
terhenti, perlu kepedulian seluruh masayarakat untuk mencegah aksi kejahatan
tersebut.
Karena
banyak menuai kritik dan protes, Foke akhirnya meminta maaf kepada masyarakat
terkait statemennya di media massa yang rawan disalahartikan. Ia mengakui
tindak kriminal di angkot belakangan ini memang membuat keprihatinan banyak
pihak. Sebab, tindak kejahatan yang dilakukan mengincar kaum perempuan, yang
seharusnya justru dilindungi.
"Saya
minta maaf, jika pernyataan saya sebelumnya yang rawan salah tafsir. Saya sama
sekali tidak bermaksud melecehkan kaum perempuan. Saya justru mengutuk aksi
pemerkosaan tersebut. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya," kata Foke di
depan para wartawan.
Sementara
Pakar Kriminologi U-I, Adrianus Meleila, menyatakan aksi pemerkosaan,
perampokan dan pembunuhan, termaksud kasus kejahatan yang jarang terjadi jika
dibandingkan kasus kejahatan jalanan lainnya. Jadi pihak kepolisian harus
tanggap terhadap kasus perampokan, pemerkosaan bahkan yang disertai pembunuhan.
"Diharapkan
agar para petugas kepolisian segera tanggap terhadap bahaya kejahatan jalanan
yang marak sekarang ini," ujar Adrianus kepada CentroOne, Senin (20/9).
Selain kasus diatas kemaren terjadi lagi pemerkosaan yang melibatkan supir angkot jurusan Kampung Melayu-Pondok Gede yang menimpa seorang korban pembantu rumah tangga. Lagi-lagi pelaku adalah supir tembak angkot yang baru tiga bulan di Jakarta. Dan lebih mirisnya setelah di perkosa korban juga di rampok dan di tinggal begitu saja.
Sebaiknya
polisi dapat meningkatkan pengawasan dan pengamanan tempat-tempat yang dinilai
rawan kejahatan, yang gunanya agar para calon pelaku berfikir untuk melakukan
tindakan kejahatan.
Dikutip dari centro one
No comments:
Post a Comment