“Persahabatan bukan hanya sekedar
kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi persahabatan
merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis
dengan tinta kasih sayang dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan
darah dan mungkin nyawa”
“Key…sini
dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu”, panggil Nayra suatu sore.
“Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tahu aku gak bisa
melihat”, jawab seorang gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.
Keynaya
Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan
keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani
bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak
membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat
warna-warni dunia, tapi mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam
kehidupan seseorang. Mempunyai hoby melukis sejak kecil, dengan
keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak pernah sedikitpun dia
menyerah.
Duduk
di bangku kelas XII di sebuah sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya
tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya
termotivasi dengan sifat pantang menyerah Key. Sejak baru berusia 3
tahun, Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama
Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka.
Nayra cantik, pinter dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna.
Seperti
sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia berbincang-bincang
dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis. “Key, lukisan kamu
bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang
tahu bakat kamu”, kata Nayra membuka pembicaraan. “Hah”, Key mendesah
pelan lalu mulai bicara, “Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku
lakukan, tapi apa daya, aku ini tidak sempurna, seandainya aku mendapat
donor kornea, dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan
mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini” ucap Keynaya dengan kepedihan.
“Suatu
hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti
akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu,”
timpal Nayra akhirnya. Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi
halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra dan Keynaya, kemana
pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya,
karena sekolah mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua
sahabat ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh, “aduuh,
kepala ku”
“Kamu
kenapa Nay, sakit??” tanya Keynaya. “Oh, tidak aku tidak apa-apa Key,
Cuma sedikit pusing saja”, ucap Nayra sambil tersenyum. “Minum obat ya
Nay, aku tidak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu
khawatir. “aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat” ujar Nayra
sambil berpamitan pulang.
Di
kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di
setiap sudut ruangan, Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya, “Ya
Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi
malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu?” erang hati Nayra. Di
vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama
lagi sungguh menyakitkan bagi Nayra, usianya yang baru 18 tahun, dengan
segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak satupun akan
terwujud.
Pintu
kamar Nayra tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk
lalu duduk disampingnya. “Gimana rasanya sayang? Masih tidak enak?? Kita
ke dokter sekarang yuk!!!” ujar wanita itu dengan lembutnya. “tidak
usah, ma, aku sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja”, jawab
Nayra dengan sopan. “ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya,
istirahat ya, Nak,” ujar sang mama sambil mencium kening putri semata
wayangnya. “Makasih ma, aku selalu sayang mama,” lirih Nayra berujar.
Terus terang Nayra sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya, tapi dia
berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya.
Di
ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami sepulangnya
dari kantor, “Ma, Nayra kemana?? Kok papa tidak melihatnya dari tadi?”
tanya sang suami. “Nayra lagi istirahat pa, dia pusing dan mengeluh
sakit dari tadi”, jawab Rita. “Sakit apa sebenarnya anak kita ma?? Kalau
kita ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia
sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah,” dengan nada
khawatir pak Artawan bicara dengan istrinya. “entahlah pa, mama juga
bingung” ujar istrinya lagi.
Ternyata
sakit yang dirasakan Nayra sore itu adalah pertanda dia akan segera di
panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada mamanya,
kesehatan Nayra benar-benar drop, dengan panik kedua orang tua Nayra
melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat penanganan oleh tim
dokter, Nayra sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat,
sinar matanya terlihat begitu redup. “Pak Artawan, bisa kita bicara
sebentar di ruangan saya”, kata dokter Gunawan, yang juga merupakan
dokter pribadi keluarga Artawan. “Baiklah dok, “ sambut pa Artawan.
Setelah
pak Artawan dan ibu Rita duduk di ruangan dokter Gunawan, mereka
akhirnya mulai bicara, “Maafkan saya sebelumnya pak, sebenarnya saya
sudah tahu penyakit yang diderita putri bapak sejak 7 bulan lalu, tapi
karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak
dan ibu, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia,”
ujar dokter Gunawan lirih.
Cukup
lirih memang kata-kata dokter Gunawan, tapi mampu membuat jantung pak
Artawan dan istrinya berdetak lebih cepat dari biasanya, “Apa??
Leukemia? Separah apa dok??” keras nada suara pak Artawan. “sudah parah
pak, umur Nayra tidak akan lama” sambung dokter kembali.
Setelah
berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir di
pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit
itu. “udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Nayra akan diusahakan,
kita akan mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga
Tuhan memberikan jalan terbaik buat keluarga kita”, hibur pak Artawan.
“mari kita tengok Nayra!!” ajaknya lagi.
Memasuki
ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia
tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, “Mama, kenapa?
Kok sedih begitu?” ujar Nayra lirih. “tidak apa-apa sayang”, berbisik
ibu Rita tak kuasa menahan air matanya. “Maafkan Nayra, Ma, Pa, Nayra
tak bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Nayra hanya tak
ingin menyusahkan kalian” Nayra berkata dengan terbata-bata.
Belum
ada beberapa menit pak Artawan dan ibu Rita di kamar putrinya,
tiba-tiba Nayra kejang-kejang. Dengan panik pak Artawan memanggil dokter
Gunawan. Dokter Gunawan menangani Nayra lumayan lama, hingga akhirnya
dokter Gunawan keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih. “Bagaimana
anak saya, dok?” tanya pak Artawan.
“Maaf
pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak
lain, Nayra sudah dipanggil menghadapNya” ucap dokter.
“Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk”, teriak ibu Rita isteris, “Nayra tidak
mungkin meninggal, Nayra masih hidup,” seluruh pengunjung rumah sakit
menoleh ke arah mereka. “Pak, sebelum meninggal, Nayra menitipkan ini ke
saya, ini buat bapak dan ibu” imbuh dokter Gunawan sebelum mohon diri.
Sepeninggal Dokter Gunawan, pak Artawan dan istrinya membuka amplop kecil dari Nayra, isinya ternyata surat.
“Mama,
papa, maafin Nayra sudah membuat mama dan papa jadi sedih, Nayra mohon
sama mama dan papa, setelah Nayra meninggal, tolong berikan kornea mata
Nay untuk Keynaya, tapi jangan bilang itu dari Nayra sebelum Keynaya
benar-benar operasi dan bisa melihat lagi, dan satu lagi, mama tolong
kasih Keynaya surat yang Nayra simpan di laci meja belajar Nayra yang
amplopnya berwarna pink setelah Keynaya melihat nanti, dan surat buat
mama dan papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama. Sekian dulu
Mama, papa, maaf kalau Nayra selalu ngerepotin kalian, Nayra sayang
kalian, big kis & hug..muacch”
Nayra Amrita
Selain
sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat pernyataan pendonoran kornea
mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Nayra. Hati orang tua Nayra
tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain memenuhi
permintaan terakhir sang anak.
Sementara
itu, di rumah Keynaya, tampak gadis cantik itu tengah duduk seorang
diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, “kemana si
Nayra, sudah lebih dari 5 hari dia tidak main ke sini, apa dia baik-baik
saja?” gumamnya.
“Ma, Nayra pernah kesini gak dalam beberapa hari ini?” tanya Keynaya ke pada mamanya.
“Tidak ada, Key, memang kenapa?” tanya sang mama.
“Gak apa-apa ma, aku ke rumah Nayra sebentar ya!!” Key meminta ijin ke mamanya.
Tapi
diluar dugaan, mama Keynaya melarangnya pergi. “Jangan Key, kita harus
ke rumah sakit sekarang juga, tadi mama ditelepon sama pihak rumah
sakit, katanya ada yang menyumbangkan korneanya khusus untuk kamu,”
dengan tutur kata yang lembut mamanya menjelaskan. “Yang bener, Ma? Key
sudah dapat donor kornea?? Asik-asik, Key akan segera bisa melihat wajah
Nayra, Key bisa segera menggelar pameran lukisan,” ucap Key berapi-api.
“Iya
nak” jawab mamanya penuh kepedihan. “seandainya kamu tahu sayang, Nayra
tak mungkin ada disamping kamu lagi, Nayra sudah tenang dialam sana,
dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan korneanya untuk
kamu” kata ibu Rasti dalam hati.
Waktu
berjalan begitu cepat, operasi cangkok kornea sudah dilaksanakan dan
sekarang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Keynaya, perban di
matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Key sudah ada
di ruangan Key. Sebelum perbannya di buka, Keynaya berujar, “Ma, Pa,
Nayra sudah datang?? Ku ingin sekali ada Nayra di sini pas aku bisa
melihat” “belum sayang, Nayra masih diluar kota” pedih rasanya hati ibu
Rasti saat berujar.
Perban
akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Keynaya mulai melihat warna,
melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama semakin
jelas, “Mama, papa aku bisa melihat kalian,” gembira sekali suara
Keynaya.
Sudah
1 minggu semenjak Keynaya bisa melihat, hari ini dia memaksa ibunya
agar diperbolehkan melihat Nayra, mengujungi Nayra, “Kata mama Nayra
sudah ada di rumah, berarti Key boleh main donk Ma, Key pingin ngajak
Nayra jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Key,” “Iya, nak, mama sama
papa temenin kamu ya!!”
Berbeda
beberapa rumah antara Nayra dan Keynaya merupakan hal yang
membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet-macet ria di jalanan
untuk mengunjunginya. Sesampai di rumah Nayra mereka disambut ramah oleh
keluarga Nayra yang kebetulan lagi ada di rumah.
“Selamat
sore tante Rita’” sapa Keynaya dengan senyum sumringah. Setelah di
persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Keynaya
menanyakan keberadaan sahabat karibnya, “mana Nayranya tante?? Kok tidak
kelihatan ada di rumah?”
“Nayranya…Nayra..Nayra” dengan terbata-bata ibu Rita menjawab.
“Nayra kenapa tante, kemana?? Nayra tidak apa-apa kan?” bertubi-tubi Keynaya bertanya.
Ibu
Rita tak kuasa menjawab, beliau meninggalkan tamunya di ruang tamu dan
berlari naik ke kamar Nayra, mengambil sepucuk surat yang dititipkan
Nayra untuk Keynaya. Ibu Rita kembali ke ruang tamu dengan sepucuk surat
di tangan, “ini dari Nayra untuk kamu” ujarnya berlinang air mata
kepada Keynaya.
Dengan tangan gemetar Keynaya membuka amplop berwarna pink yang cantik itu, ada pita pink juga di sudut amplonya.
Dear Keynaya
“Keynaya
sayang, sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini?? Baik-baik
sajakah?? Sehat-sehat?? Semoga sehat ya!! Key, saat kau membaca surat
dari aku ini, mungkin aku sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di
samping kamu, tak bisa menemani kamu bermain, bercanda dan tertawa,
maafkan aku ya Key.
Key
sayang, sebenarnya aku ingin sekali cerita ke kamu tentang penyakitku,
tapi aku takut membuat kamu kepikiran terus, takut buat kamu gelisah.
Sebenarnya aku terkena penyakit leukemia, Key dan umurku tidak akan lama
lagi.
Key
sayang, meskipun aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku
ke kamu tak akan pernah berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu
tempatku berkeluh kesah, tempatku menumpahkan suka dan duka. Key, ku
tahu saat kau membaca ini, kau sudah bisa melihat indahnya dunia,
sengaja ku berikan mataku untuk kamu Key, hanya itu yang bisa aku
berikan, jaga mata itu seperti kau menjaga persahabatan kita.
Segitu
dulu Key, maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu, terima kasih
karena sudah memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu
suatu saat nanti Key, aku sayang kamu sahabatku.
Kiss and big hug my lovely friend, my best friend in my life….muaaachh…
Dariku yang selalu menyayangimu
Nayra Amrita
Air
mata mengalir deras di pipi Keynaya, “ini tidak mungkin” katanya lirih.
Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak percaya, sahabatnya
sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Keynaya menatap selembar foto yang juga
ada di dalam amplop surat tadi, foto Nayra tersenyum manis ke arahnya,
mata Nayra yang teduh, sekarang ada padanya. Keynaya meminta agar kedua
orang tua Nayra mengantarnya ke kuburan.
Lumayan
jauh dari rumah Nayra, kaki Keynaya lemah, tapi dia berusaha mengikuti
langkah kaki orang tuanya dan orang tua Nayra ke sebuah makan yang
begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah pekuburannya juga
masih basah.
Sebuah
Nisan yang begitu cantik dihadapan Keynaya, membuatnya semakin terluka,
jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat karibnya
“Nayra Amrita Artawan”
Lahir 8 Januari 1994
Wafat 14 April 2011
Berjongkok
Keynaya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi nisan, semakin lama
semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Keynaya, “kenapa
secepat ini kau tinggalkan aku, Nay?? Tega kamu?? Meninggalkan aku
seorang diri disini.” Nayra, terima kasih sayang, kau telah memberikan
aku sepasang mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah
mengajariku tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas
senyum termanis yang pernah kau hadirkan di hidupku” ucap Keynaya sambil
terisak lirih di atas nisan.
Tangan
lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, “Bangun Key, sudah,
ikhlaskan saja Nayra, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di
pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu, Nayra tak pernah ingin kamu
cengeng, kamu harus tetap semangat menjalani hidup kamu,” bimbing ibu
Rasti. “iya ma, terima kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji tidak
akan cengeng lagi setelah hari ini”, kata keynaya.
No comments:
Post a Comment